Bnateng Indonesia,- Dalam menghadapi gejolak dinamika energi global yang ditandai dengan ketergantungan impor BBM dan tekanan untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) 2060, PT Pertamina (Persero) kembali membuktikan perannya yang strategis, tidak hanya sebagai entitas bisnis, tetapi sebagai tulang punggung energi nasional yang berkomitmen mempercepat transisi energi.
Fahrozi, Presiden Dewan Energi Mahasiswa Sumatera Utara, menegaskan bahwa Pertamina adalah instrumen strategis negara dalam menjawab dua tantangan sekaligus, memastikan akses energi yang merata melalui program seperti BBM Satu Harga, sekaligus memimpin transisi energi melalui pengembangan BBN seperti biodiesel dan bioetanol.
Komitmen Pertamina terhadap keadilan energi tercermin dalam program BBM Satu Harga yang telah menghapus diskriminasi harga bagi masyarakat di daerah terpencil, tertinggal, dan terluar (3T) yang menjadi bukti nyata bahwa energi adalah hak semua rakyat Indonesia. Namun, keadilan energi harus berjalan beriringan dengan kemandirian energi.
Data menunjukkan konsumsi BBM Indonesia mencapai 1,6 juta barel per hari, sementara produksi dalam negeri hanya sekitar 600,000 barel. Defisit impor yang mencapai 1 juta barel per hari ini adalah kerentanan nasional yang harus segera diatasi. Program biodiesel B35 yang dijalankan Pertamina telah terbukti berhasil menyubstitusi impor solar dan menghemat miliaran dolar devisa. Kini, langkah strategis serupa diperlukan untuk bensin, melalui bioetanol.
Pengembangan Bahan Bakar Minyak dengan campuran Bioetanol 3,5% adalah langkah logis berikutnya menuju kemandirian energi dan dekarbonisasi. Sayangnya, inisiatif pemerintah ini justru menghadapi tantangan dari beberapa SPBU swasta yang menolak pasokan BBM dengan kandungan bioetanol 3,5%.
Penolakan ini sangat disayangkan dan kontra-produktif. Di Amerika Serikat dan India, campuran etanol sudah mencapai E20. Bahkan, buku panduan resmi mobil-mobil terlaris di Indonesia seperti Toyota Avanza dan Mitsubishi Xpander secara eksplisit menyatakan aman untuk bahan bakar dengan etanol hingga E10.
“Manfaat 3,5% Bioetanol ini tidak hanya mengurangi impor, tetapi juga secara signifikan menekan emisi gas rumah kaca seperti karbon monoksida dan hidrokarbon, sekaligus menggantikan aditif berbahaya seperti MTBE. Sektor transportasi darat menyumbang 90% emisi sektor transportasi. Tanpa transisi dari bahan bakar fosil ke energi bersih, target NZE 2060 mustahil tercapai. Bioetanol adalah jembatan menuju transisi energi yang tidak bisa kita abaikan. Penolakan segelintir pelaku usaha justru menghambat agenda nasional”. Ujar fahrozi selaku presiden DEM Sumatera Utara
Dalam narasi yang lebih luas, peran Pertamina melampaui operasional bisnis. Melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Community Development Assistance (CDA), Pertamina memastikan manfaat industri energi dirasakan langsung oleh masyarakat. Program pemberdayaan UMKM, beasiswa, dan infrastruktur dasar di sekitar wilayah operasi adalah bukti komitmennya. Di tengah fluktuasi harga energi global, Pertamina juga menjadi buffer yang menstabilkan pasokan dan harga energi dalam negeri, melindungi masyarakat dari guncangan eksternal yang dapat memicu inflasi.
Pertamina telah dan terus menjadi tulang punggung energi nasional. Melalui program-program seperti BBM Satu Harga, B35, dan upaya pengembangan bioetanol, Pertamina tidak hanya menjaga stabilitas energi hari ini, tetapi juga membangun fondasi untuk kedaulatan dan keberlanjutan energi masa depan.
“DEM Sumut mendorong semua pihak, termasuk SPBU swasta, untuk bersinergi dengan kebijakan strategis pemerintah dan komitmen Pertamina dalam transisi energi. Kita juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk melihat pertamina sebagai tulang punggung energi nasional dan menyambut positif inovasi energi bersih. Hanya dengan kolaborasi, kemandirian energi dan target NZE 2060 dapat kita wujudkan” Tutupnya.(BI-06)


































Discussion about this post